Thursday, March 22, 2012

Liu, Keluarga Muslim di Beijing

Beijing Dari kejauhan, Liu Sheopeng (71) alias Haji Abubakar telah menyambut dengan senyum lebar. "Malaysia! Malaysia!" katanya sembari mempersilakan delegasi wartawan Indonesia memasuki flatnya di kawasan Niujie, Beijing.

Delegasi Indonesia meluruskan pernyataannya dengan menyebut Indonesia. Wajar Liu salah menyebut asal tamunya, karena warga Malaysia lebih banyak yang berkunjung di perkampungan Muslim itu dibanding Indonesia, sehingga membuatnya lebih familiar. Kerjasama yang dilakukan Muslim Malaysia juga lebih agresif.

Delegasi Indonesia terdiri dari wartawan detikcom, Kompas, LKBN Antara, The Jakarta Post dan TVRI, didampingi staf Kemlu China sebagai pengundang, dalam rangka pre-visit menyambut kedatangan Presiden SBY 22-24 Maret.

Flat Liu di lantai 2 bisa dicapai dengan naik tangga atau lift. Flat sederhana yang disubsidi pemerintah itu kira-kira seluas 70 meter persegi, jauh lebih luas dari rusunami/rusunawa yang digalakkan pemerintah Indonesia yang di kisaran 33-36 meter persegi.

Memasuki ruang tamu yang tak terlalu luas, kue-kue telah terhidang di atas meja. Ada dua sisir pisang, sepiring strawberi montok, dodol dan enting-enting khas China, serta minuman kaleng lokal. Liu menyambut bersama istrinya yang memiliki nama Islam, Fatimah. Liu mengenakan kopyah dan istrinya mengenakan penutup kepala khas setempat.

"Saya kira keluarga Liu adalah contoh keluarga Muslim yang baik di Beijing. Dia salat 5 waktu setiap hari di Masjid Niujie," kata pengurus Masjid Niujie, Haji Ibrahim, yang mendampingi rombongan. Masjid Niujie adalah masjid terbesar di Beijing yang ditetapkan sebagai situs bersejarah nasional. Letaknya hanya 200 meter dari rumah Liu.


Liu berasal dari etnis Hui, satu dari 10 etnis pemeluk Islam di China. Hui merupakan satu dari 55 etnis minoritas di China yang jumlah semuanya 9 persen. Sedangkan etnis mayoritas (90 persen) adalah Han.

Liu lalu menceritakan keluarganya. Sewaktu muda, pria asal Beijing ini bekerja di PLN. Selepas pensiun dia tetap bekerja menyediakan dukungan pada kaum Muslim di perkampungan Niujie.

"Semua generasi keluarga saya beragama Islam, dan semuanya salat di Masjid Niujie. Saya dikenalkan kepada istri saya oleh orangtua. Kami bisa menikah pada tahun 1965 karena mempunyai agama dan keyakinan yang sama," kata Liu yang di sisi kirinya duduk istrinya yang cantik.

Liu memiliki 2 anak lelaki yang telah beristri dan masing-masing beranak satu orang. "Jadi keluarga saya ada 8 orang," kata Liu.

"Saya mencintai Niujie karena sejak kecil sudah tinggal di sini. Pekerjaan saya sekarang, selain di masjid, yaitu bila ada pernikahan, kelahiran, kematian, saya datang untuk membantu. Beginilah keadaan keluarga saya," papar Liu yang bercerita dengan bersemangat. Istrinya, pensiunan pegawai pos, lebih banyak diam.


Bagaimana rasanya menjadi muslim di negara sosialis yang dipimpin partai komunis? "Di bawah Partai Komunis China, negara ini terdiri dari 56 etnis, 10 etnis beragama Islam. Saya merasa hidup bahagia di sini karena Islam adalah salah satu agama dari 5 yang terbesar di China (bersama Tao, Buddha, Kristen dan Katolik-red)," jawab Liu.

Lantas bagaimana komunitas Islam di Niujie mengatur jadwal salat? "Kami mempunyai jadwal salat setiap bulan, tiap bulan beda jadwalnya," jawabnya.

Liu merasa terfasilitasi menetap di Niujie. Di kawasan itu ada pekuburan dan sekolah Muslim SD hingga SMP. "Sekarang ada program pendidikan 9 tahun, jadi bebas biaya," ujarnya.

"Kaum Muslim hidup harmonis dengan umat agama lain atau dengan mereka yang tidak beragama. Misalnya, setiap hari raya kami rayakan dengan masyarakat lain. Demikian juga dalam merayakan hari raya yang tidak terkait dengan kepercayaan tertentu, seperti hari raya musim semi, kami rayakan bersama. Kami hidup harmonis," bebernya.

Liu mengaku cukup mengenal Indonesia. "Persahabatan Indonesia dengan China sudah sangat lama. Waktu saya sekolah, saya tahu Soekarno pernah ke China," cerita Liu, yang berharap hubungan kedua negara jaya selalu.

Liu juga sempat ngobrol dengan jamaah Indonesia di Makkah saat naik haji tahun 2005 silam. Jamaah Indonesia tersebut berkata bahwa delegasi haji Indonesia sangat banyak setiap tahun karena di Indonesia diwajibkan naik haji dulu sebelum menikah. "Saya memiliki pertanyaan kepada Anda, apakah pernyataan itu benar?" tanya Liu yang disambut tawa rombongan.

"Oh, mungkin dia hanya bercanda saja," kata Liu setelah mendapat penjelasan penuh humor.

http://news.detik.com/read/2012/03/22/011739/1873939/1148/?992204topnews

0 comments:

Post a Comment

Disclaimer:

This is a personal web site. Statements on this site do not represent the views or policies of my company. Tidares is not responsible for the views and opinions of any website linked to & from this page