Tidares - Berbagai ide dan upaya terus dilakukan oleh PT KAI untuk mencegah para penumpang menaiki atap kereta api. Padahal menurut sejumlah penumpang, mereka nekad menumpang di atap kereta, karena tidak ada lagi tempat di dalam gerbong, terutama saat jam sibuk, pada pagi dan sore hari.
Razia terhadap penumpang di atap gerbong, sudah berulang kali dilakukan petugas PT Kereta Api. Razia besar-besaran digelar pada pertengahan bulan Mei 2011 lalu. Dalam razia yang digelar selama tiga hari berturut-turut di sejumlah stasiun sejak tanggal 10 hingga 12 mei lalu, ratusan penumpang berhasil dijaring petugas. Selain tidak memiliki tiket, banyak dari mereka yang dijaring karena berada di atap gerbong.
Sayangnya, efek razia tersebut hanya berlangsung singkat. Bahkan dampak razia tersebut seringkali hanya berlangsung beberapa jam saja, sebelum penumpang kembali menempati atap kereta. Razia juga kerap diwarnai perlawanan oleh para penumpang kepada petugas yang menggelar razia, seperti yang terjadi pada razia 11 Mei lalu.
Menanggapi kemarahan penumpang yang terusik oleh razia petugas, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Tunjung Indrawan, menegaskan, pihaknya tidak akan gentar untuk menggelar razia penertiban. Namun di sisi lain, pihaknya akan terus mengupayakan penambahan jumlah kereta, sehinga memenuhi kebutuhan ideal. Mengingat jumlah kereta saat ini baru mencapai 80 persen dari yang dibutuhkan.
Selain mengancam keselamatan para penumpang, keberadaan penumpang di atap gerbong kereta juga melanggar undang-undang nomor 23 tahun 2007, tentang perkeretaapian. Pelaku pelanggaran diancam pasal pidana, dengan hukuman kurungan badan serta denda hingga belasan juta rupiah.
1 Juni lalu, PT Kereta Api Indonesia memasang alat palang penampar. Langkah ini dilakukan untuk dilakukan untuk mencegah para penumpang menaiki atap kereta api. Pemasangan palang agar tak ada lagi penumpang yang naik di atas gerbong kereta. Sebelumnya berbagai upaya telah dilakukan dalam mencegah para penumpang nakal. Dari mulai razia, penyemprotan, hingga kini pemasangan papan penghalang. Bahkan konon Papan penghalang ini akan dialiri arus listrik sebesar 1.500 volt.
Palang penampar terbuat dari bahan fiber bening. Memiliki panjang sekitar tiga hingga empat meter dengan ketebalan sepuluh centimeter. Palang penampar disertai dengan rambu halilintar. Rambu halilintar ini dipasang untuk memberi peringatan bahaya kepada para penumpang yang berada di atas atap kereta. Palang penampar dipasang di tiang Listrik Aliran Atas (LAA).
Pemasangan tiang penampar dilakukan untuk mengatasi para penumpang nakal yang sering naik diatas atap kereta api listrik (KRL) Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Tindakan tersebut ditujukan untuk memberikan efek jera kepada penumpang di atas atap.
Palang bergambar listrik tegangan tinggi yang dipasang di Stasiun Pasar Minggu Baru, dan Stasiun Duren Kalibata, sejak minggu lalu, ternyata tidak mampu membendung para penumpang untuk tetap berada di atap gerbong kereta. Bahkan sejumlah penumpang, terlihat nekat memukuli palang penghalang tersebut. Hal ini mereka lakukan, setelah mengetahui palang tersebut tidak bisa menjatuhkan penumpang, dan tidak dialiri listrik.
Ternyata terbukti bahwa kebijakan pemasangan palang tidak efektif di lapangan. Di awal 2012 ini PT KAI mencoba memakai cara lain yaitu dengan memasang Gawang berbandul beton
Gawang dengan bandul beton sebanyak 24 buah telah terpasang di Km 27,100, tepatnya di antara jembatan gantung dan perlintasan kereta api Proyek, Bekasi, di dekat Jalan haji Agus Salim, Bekasi, Selasa (17/1/2012). Pemasangan gawang bandul beton selesai sekitar pukul 14.00 WIB.
Gawang terdiri dari dua bagian yang tersambung menjadi satu, melintang di kedua sisi jalur rel kereta api, baik dari arah Bekasi-Tambun dan sebaliknya.
Masing-masing gawang tergantung 12 bola beton yang masing-masing seberat 3 kilogram. Diperkirakan jarak antara atap kereta dan bandul yang mengantung sekitar 25 cm.
Pemasangan bandul diharapkan dapat membuat penumpang nakal yang sering naik ke atap (atapers) akan takut dan tidak mengulangi perbuatannya. Bila penumpang di atap terkena bandul tersebut, resikonya bukan hanya jatuh, tetapi juga dapat cedera.
Tentu saja berbagai upaya PT KAI untuk mencegah keberadaan penumpang di atap kereta, layak mendapat dukungan semua pihak. Haruskah kita mengorbankan nyawa sia-sia hanya untuk menikmati perjalanan singkat di atap kereta?.
Bagaimana hasil penerapan ide ini? Kita nantikan saja berita selanjutnya ...
Tuesday, January 17, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Disclaimer:
This is a personal web site. Statements on this site do not represent the views or policies of my company. Tidares is not responsible for the views and opinions of any website linked to & from this page
0 comments:
Post a Comment